Selasa, 21 April 2015
Kamis, 16 April 2015
Secangkir kopi rindu ( by R.Lutfie Telambanua)
Waktu menunjukan pukul sebelas tepat
Dan aku masih terdiam menikmati malam sendirian
Hanya bertemankan sepi dan secangkir kopi
Iya, malam ini aku memberanikan diri untuk
menikmati secangkir kopi
Ahaha... terasa aneh mungkin
Aku yang sedari dulu takut untuk menikmati kopi
Tapi entah kenapa,
Malam ini aku benar benar ingin menikmatinya
Meski dengan sejuta ragu untuk mulai meminumnya
Kau tau kenapa aku meminum kopi malam ini ?
Itu kaena aku merindukanmu
dan aku tak tau,
Bagaimana caranya aku mengatakan rindu dan
Kepada siapa aku harus bercerita tentang rindu
ini
kemudian aku berfikir,
mungkin dengan secangkir kopi kesukaanmu...
Aku dapat merasakn kehadiran mu disini,menemaniku
minum kopi
Merasakan hangatnya pelukan mu
Merasakan gilanya candaan-candaanmu
Tapi... hingga malam semakin larut
Aku tak tau bagaimana caranya menikmati kopi
ini
Aku hanya bisa memandangi kopi ini sambil
perlahan mengduknya
Membayangkan kau yang berada jauh disana saat
telah asik menikmati kopi
Ahh... ini benar benar konyol
Sampai kopi ini terasa dingin aku belum juga
tau
Harus darimana aku memulai menikmai kopi ini
*Guidopurba
Terimakasih dek sudah mencintai ku dalam tulisan !!! Tulisan yang simpel dan sederhana tetapi mengandung arti yang sangat mendalam..
Sampai Jumpa di kesuksesan ya...
Sampai Jumpa di kesuksesan ya...
Rabu, 15 April 2015
PELACURAN ILMIAH BERLAMBANG ALMAMATER.
Berbagai
kata-kata yang coba dibangun dalam suatu konsep besar tentang mahasiswa
itu oleh kalangan-kalangan yang menyebut
diri mereka aktivis konsepsi. Ada kata yang mengartikan bahwa sebagai mahasiswa
itu kita berbicara dan berpikir akademisi, ada yang berpikir organisatoris dan
banyak yang bernada mahasiswa sebagai tangan kepentingan baik dia beraliran
kurang bersih dan ataupun seakan-akan berakhlak benar.
Kalau
lah saya beranggapan bahwa mahasiswa sekarang sama dengan pelacur ya bisa jadi
suatu ultimatum yang keras dalam rupa hinaan bagi arti kata mahasiswa yang
dibuat seolah-olah peran penting mahasiswa dalam bermasyarakat dan bernegara
ini. Agama-agama yang seharusnya memberi arahan tentang membangun dan mensejahterakan
masyarakat itu malah mengartikan kata
pelacuran itu selalu berbicara kotor dan tidak berharkat.
Mari kita berbicara arti kata Pelacuran itu
sendiri menurut KBBI dan pandangan lingkungan berarti bahwa mereka yang menjual
dirinya untuk kepentingan sesaat dalam hal melampiaskan nafsu-nafsu duniawi
mereka. Sebagai seorang pelacur mereka rela menjual jati diri mereka hanya
untuk memnuhi kebutuhan pribadi mereka dan melanjutkan keseharian mereka tanpa
memperhatikan caciaan atau cemoohan orang lain terhadap diri mereka
sendiri. Dengan melihat arti kata
pelacur ini apakah ada kesalahan ketika nyata nya mahasiswa sekarang layak nya
seorang pelacur yang selalu menjual dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar
sarjana dengan cepat sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan pribadi mereka
dengan bekerja walaupun hanya sebagai karyawan atau bahkan budak oleh penguasa
tanpa memperhatikan lingkungan dan masyarakat mereka sendiri.
Melihat
relitas hari ini serasa mahasiswa kekurangan darah atau bahkan mahasiswa sudah
seperti dikemas agar menjadi budak Negara dengan mental kerupuk atau bahkan
ketika kita kembali ke zaman penjajahan mahasiswa sekarang layak nya aparatur
belanda nanti nya kemudian mereka bekerja di bidang nya sementara penguasa
menikmati hasil kerja mereka. Sebagai seorang mahasiswa banyak hal yang coba
saya klasifikasikan dalam memberikan pemetaan karakter mahasiswa saat ini.
Banyak mahasiswa yang kuliah dengan orientasi lulus kuliah cepat kemudian
mendapat IP tinggi dan kemudian bekerja menjadi Budak-budak intelektual Negara,
tipe-tipe mahasiswa seperti ini selalu berbicara tentang buku-buku serta
perpustakaan tanpa berpikir nasib sekitar dan tempat dia tinggal, dan senada
dengan itu segelintir mahasiswa berteriak-teriak tentang arti Negara dan mencoba
menkritisi kebijakan Negara kemudian mereka lulus kuliah dengan IP standar lalu
menjadi politisi yang hidup dan memperjuangkan kepentingan golongan dan
penguasa itu sendiri. Tipe-tipe mahasiswa ini biasa nya membuat rencana
kegiatan yang bersifat nasional atau pun internasional, kemudian rapat-rapat
sehingga acara itu sukses dan kepentingan organisasi serta pribadi mereka lebih
dikenal dan diperhatikan.
Kalau
lah saya kembali ke ajaran ketika masa orientasi mahasiswa baru, selalu
dikumandangan bahwa mahasiswa adalah agent of change, mungkin di zaman ini
pengertian itu tidak pantas dan sedap dikumandangkan lagi sebagai mahasiswa.
Ada baiknya arti kata itu dimasukkan dalam arsip sejarah-sejarah arti kata dan
peran mahasiswa. Agar perkataan bung Karno tentang “jangan sesekali melupakan
sejarah itu” di generasi selanjutnya dapat dipelajari oleh mahasiswa
selanjutnya agar budaya sekarang ini tidak berkembang dan membuat Negara ini
berhadil merdeka dalam artian sebenarnya yaitu memproduksi mahasiswa dengan
mental-mental mata garuda.bukan mental-mental kerupuk seperti ini.
Terimakasih
dan maaf kalau terlalu kasar, tidak teratur dan penuh hinaan serta tidak
memberikan solusi mengenai masalahnya, karena terkadang kita perlu melihat masa
lalu untuk membangun masa depan. Jadi liat dan dengarlah cerita mahasiswa
sebelum kita dan nikmati ceritan masyarakat sekitar kita, saya percaya akan
lebih membangkitkan kita tentang jiwa kesatria sebagai mahasiswa itu sendiri.
Senin, 29 Desember 2014
WANITA DI PUNCAK KELAHIRAN Oleh Djaep
“Seringkali aku tertawa dan
teringat perjuangan mu wanita yang berjuang untuk meniti kelahiran sang buah
hatinya. Rasa lelah dan gembira bercampur dalam tangis sang buah hati mu
merupakan hal yang sangat berkesan dalam hidup mu dan hidupku sebagai penonton
sejati perjuangan mu”.
Ketika pertama kali aku mendengar alunan
suara bahagia menanti sang buah hati mu aku seakan-akan merasa berperan menjadi
dua actor yang berbahagia dan yang berjuang demi kelahiran Nya. Tawa, tangis,
teriakan dan sampai melihat tamparan mu membuat aku tidak pantas mengajuhkan
perjuangan mu sebagai bunda dari anak-anak mu.
Hari ini aku mulai merasakan hal yang
sama ketika kamu melahirkan Nya ke dunia ini dan aku selalu berpikir apa yang
bisa kulakukan untuk membalasnya ?? lagu apa yang bisa ku nyanyikan untuk
menyenangkan hati mu ?? dan berapa jauh jalan yang bisa ku tempuh untuk
mengobati luka darah untuk perjuangan kelahiran anak-anak mu .Ya sekarang aku
mulai bingung melakukan nya apakah doa sudah cukup untuk menanti kelahiran nya
?? atau kah aku harus berteriak di tengah sepi nya pepohonan dan riuh nya
lautan manusia ??, Mungkin aku sebagai anak hanya bisa tersenyum dan menapaki
jalan pepohonan dan gunung-gunung ini untuk bisa terus memperingati kelahiran
ku dan Nya sebagai putra mu.
Aku ga butuh sesuap nasi untuk disuapin,
aku ga butuh secarik uang kertas merah untuk menyenangkan hidupku, dan aku ga
butuh sepasang pakaian untuk menutup tubuh ku ino agar terlihat mewah dan
berwibawa. Aku hanya butuh kasih sayang mu Bunda, aku hanya butuh teriakan mu
Ibu dan itu sudah aku dapatkan di detik, menit, hari dan tahun kehidupan ku
hingga saat ini. Ya itu lah hal yang selalu membuatku mengerti betapa aku
mencintai mu wanita dan betapa aku harus melirik pencapaian mu sebagai wanita,
karena suatu saat aku tidak ingin bermain dengan kata-kata saja tetapi aku
hanya ingin bermain dengan langkah-langkah yang membuatku tersenyum dan
berteriak bahwa kamu lah wanita yang pantas untuk mencapai puncak kelahiran
dari buah hati ku.
Semua butuh perjuangan dan aku mengerti
semua itu. Aku sebagai lelaki yang menjadi figura dari puncak kelahiran sang
buah hati mu sepantasnya menguji mu dibalik dingin nya alam dan diatas
tingginya gunung-gunung. Dengan demikian jangan salahkan aku ketika aku akan
mencintai mu sampai titik darah ku menetes sampai tetesan akhir dan sampai aku
dan semua pencapian ku serasa tua dan menghilang diterpa panas dinginya zaman
ini.
Kamis, 01 Mei 2014
PENDIDIKAN DALAM AJARAN MARX DAN IGNASIUS LOYOLA
(Guido Purba. Mei, 2014)
Pendidikan
di Negara kita saat ini hanya cenderung menjadi sarana stratifikasi social di
lingkungan masyarakat dan pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer
kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni pengetahuan
yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari
akar sumbernya maupun aplikasinya.
Menurut
Marx dalam buku Metode Pendidikan Marxis-
Sosialis ini, pendidikan bertujuan menciptakan kesadaran kritis, bukan
pengetahuan dan keterampilan teknis yang mendukung proyek kapitalisme.
Pendidikan yang terjebak pada pragmatisme untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
praktis yang merupakan langka adaptasi terhadap perkembangan kapitalisme
merupakan eksploitasi atas esensi terbentuknya lembaga pendidikan. Belajar
diharapakan bisa membangkitkan peserta didik keluar dari tekananan kelas yang
tidak memihak karena Marx merupakan pemikir yang mengemukakan tentang
kapitalisme pendidikan.
Secara historis, bibit kapiatalisme dan
pragmatisme pendidikan di Indonesia sudah menyeruak pada zaman Soeharto (Orde
Baru). Ketika itu, yang menjadi panglima (ideologi) pendidikan adalah
“pembangunan” (developmentalisme). Pertumbuhan pembangunan dikejar
habis-habisan tanpa memedulikan aspek kemanusiaan. Tak pelak, Identitas lembaga
pendidikan pun sebagai media memanusiakan manusia dan penjaga gawang terakhir
atas munculnya kaum-kaum terdidik dan bermoral terpasung dan lembaga pendidikan
tempat mendidik saat ini sudah tidak lagi menjadi media transformasi nilai dan
instrumen memanusiakan manusia (humanisasi), melainkan menjadi lahan basah bagi
para pengelola pendidikan untuk mengeruk keuntungan finansial
sebanyak-sebanyaknya. Status birokrat kampus, Rektor dan staf-stafnya, tidak
ubahnya investor yang hanya memikirkan bagaimana kampus mendapatkan laba
sebesar-besar dari peserta didik.
Institusi
pendidikan hari ini tidak jauh beda dengan pasar. Bedanya, kalau pasar menjual
bahan sembako domistik dan kebutuhan rumah tangga yang lain, sementara
perguruan tinggi menjual jasa pendidikan. Mulai dari tenaga pengajar (Dosen),
mata kuliah (SKS), sampai fasilitas-fasilitas kampus yang serba glamur dan
seper canggih. Kampus akan melakukan apa saja, termasuk memper-“solek”
lingkungan demi merekrut peserta didik sebanyak-banyaknya. Karena, semakin
banyak kuantitas peserta didik, semakin besar penghasilan kampus.
Pragmatisme
dan kapitalisme pendidikan adalah malapetaka besar bagi masa depan kemanusiaan.
Jelas, kalau pola pikir pragmatisme dan kapitalisme menghinggapi anak didik,
bisa dipastikan anak didik tidak mungkin lagi peka terhadap bobroknya realitas
kebangsaan, apalagi berjuang dan melakukan advokasi terhadap pemberdayaan
kaum-kaum marjinal (tertindas). Pendidikan harus bisa memberikan pengalaman dan
harus menjadi wahana kritis yang berdsarkan sikap refleksi, aksi dan evaluasi.
Menurut
Paradigma Pedagogi Ignasian tentang refleksi, aksi dan evaluasi merupakan
proses dengan mana mendorong daya kritis mereka terhadap apa yang ada di
hadapan di dunia dan membuat pengalaman
belajar menjadi miliknya (apropriasi), memperoleh makna dan arti dari
pengalaman pembelajaran untuk dirinya sendiri dan yang lain. Pedagogi Ignasian
melukiskannya. ”Dengan refleksi kita maksudkan pertimbangan mendalam mengenai
bahan, pengalaman, gagasan, tujuan atau reaksi spontan, dengan maksud untuk
meresapkan signifikansinya secara penuh. Maka refleksi itu merupakan proses
dengan mana makna menjadi kentara dalam pengalaman manusia. Pada tahap ini, ingatan, pemahaman, imajinasi
dan perasaan digunakan untuk menangkap
makna dan nilai hakiki dari apa yang sedang dipelajari, untuk menemukan
hubungannya dengan aspek-aspek lain dari pengetahuan dan aktivitas manusia, dan
untuk menghargai dalam pencarian yang terus menerus akan kebenaran dan
kebebasan. Sehingga Mahasiswa mampu mengintegrasikan makna bertanggung jawab
yang tumbuh sebagai pribadi yang kompeten, sadar dan bela rasa (competence,
conscience and compassion)
Tindakan
itu bukan sekedar aktivitas, melainkan memuat sikap, prioritas, komitmen,
kebiasaan, nilai-nilai, idealitas, pertumbuhan internal dari manusia sehingga
dia bertindak bagi orang lain. Istilah ‘aksi’ merujuk pada pertumbuhan internal
manusiawi berdasar pada pengalaman yang juga sudah direfleksikan sebagai
manifestasi eksternalnya. Aksi meliputi dua langkah (i) Pilihan-pilihan yang
diinternalisir; (ii) Pilihan-pilihan yang dinyatakan secara eksternal. Ignasius
tidak hanya mencari tindakan atau keterlibatan sembarang melainkan, sementara menghormati
kebebasan manusiawi..
Akhirnya
evaluasi mengenai perkembangan mahasiswa dalam penerimaan tujuan-tujuan sekolah
dan tujuan mahasiswa sendiri. Sekali lagi dari Pedagogi Ignasian tertulis :
“Namun, Pedagogi Ignasian, mengarah pada pembentukan, yang tidak hanya
menyangkut tetapi juga melampaui keahlian akademik semata. Dalam hal ini kita
berkepedulian menyangkut pertumbuhan mahasiswa yang menyeluruh sebagai pribadi
bagi yang lain (persons for others). Jadi evaluasi periodik dari pertumbuhan
mahasiswa dalam sikap, prioritas dan tindakan-tindakan, konsisten dengan
pribadi bagi yang lain dan lainnya sebagai esensial.”
Jadi
Paradigma Refleksi, aksi dan evaluasi seharunys menjadi dasar pemikiran seorang
belajar memahami hidup dan memperoleh kebebasan. Dalam kondisi masyarakat yang
siswa hadapi merupakan wahana aktualisasi siswa untuk memberikan perubahan
sosial. Lewat pembelajaran siswa diharapakan mampu mempunyai sikap sosial yang
tinggi di lingkungan masyarakat dan pengajar diinstitusi pendidikan harus
mengajarkan pembebasan, menumbuhkan kesadaran kelas, dan membangkitkan perlawanan
terhadap kaum borjuis dan Peserta didik harus memahami dunia yang tidak akan
menjadikannya keluar dari belenggu kecuali dia yang memaknai dunia ini sebagai
ajang untuk berjuang, maka mereka di tuntut untuk menjalani dunia yang tepat
dan jangan sampai lengah. Kenyataan Sebaliknya, yang ada dalam benak anak didik
hanyalah bagaimana anak didik cepat mendapatkan gelar sarjana dan memperoleh
profesi yang bergengsi. Sebuah ironi ditengan bobroknya realitas kebangsaan
diberbagai level.
Apa
yang diidealkan Marx itu sangat kontras dengan karakter objektif para pelajar
bangsa ini. Tidak bisa dibantah, 75 % orentasi pelajar menuntut ilmu adalah
untuk mendapatkan kerja bergengsi (profesi), menjadi tokoh populer, menjadi
orang kaya, dan untuk mengangkat status sosialnya di tengah-tengah masyarakat.
Sedikit sekali pelajar yang betul-betul murni untuk memperjuangkan nasib kaum
tertindas. Wajar, kalau keberadaan kaum terdidik di negara ini sudah tidak lagi
menjadi aktor pemberdayaan kaum tertindas (the oppressed) dari belenggu
penindasan dan ketidak adilan (dehumanisasi). Sebaliknya, justru kaum
terdidiklah yang menjadi biang dari sekian problem sosial yang berlangsung
ditengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Alih-alih mau mencari
penawar atas sekian krisis sosial, keberadaan kaum terdidik menjadi bagian dari
krisis sosial itu sendiri. Mulai dari koruptor, penjilat, politikus busuk,
sampai komprador atau agen dari kepentingan global.
Sabtu, 22 Maret 2014
PERAN DAN FUNGSI BEM YANG IDEAL
Organisasi Mahasiswa, pada dasarnya
terbagi menjadi 2 (dua) kelembagaan, yaitu Lembaga Legislatif yang bertugas
sebagai pengawas jalannya kerja-kerja organisasi (fungsi kontrol) dan membuat
undang-undang yang berhubungan dengan dinamika kampus dan Lembaga Eksekutif
yang menjalankan seluruh kerja-kerja organisasi.
Badan Eksekutif Mahasiswa Pertanian
merupakan ujung tumbak dalam menjalankan segala aspek ke tata pemerintahan dan
penyampain aspirasi masyarakat pertanian.
Dalam tugas nya sebagai BEM maka keberadaan BEM seharusnya mempermudah
kerja birokrat dalam fungsi bantuan koordinasi, fungsi pencitraan
Universitas/kampus dan fungsi bantuan Administrasi, Sedangkan dalam tugasnya
sebagai perwakilan masyarakat pertanian seharusnya mempermudah masayarakat
pertanian dalam fungsi aspiratif; Berperan sebagai penampung dan penyalur
aspirasi atau keinginan Mahasiswa UNSOED, fungsi advokasi; Jika terdapat
Mahasiswa yang mempunyai permasalahan kesulitan membayar SPP/ penangguhan,
permasalahan akademik, transparansi pendanaan kemahasiswaan dan peran lembaga
dalam memperjuangkan hak-hak Mahasiswa, fungsi koordinasi; Menjadi tempat
berkoordinasi dan komunikasi berbagai kepentingan UKM Unsoed dan jembatan
antara aspirasi Mahasiswa dengan pihak REKTORAT dan fungsi katalisator,
inisiator dan fasilitator seluruh Mahasiswa pertanian UNSOED bukan hanya
sebatasa lembaga keungan bagi HIMA/UNIT di kampus Pertanian.
Sebagai Badan Eksekutif Mahasiswa di
peguruan tinggi dan menaungi element yang berada di kampus pertanian juga
memiliki jalur koordinasi dengan DLM dan HIMA/UNIT. Untuk menjaga kestabilan dan kebijakan yang
sepihak hendaknya element tersebut dapat bekerja sama dalam pengambilan
keputusan, baik berupa pengambilan keputusan maupun dalam pencapain visi dan
misi presiden yang nanti nya akan terpilih.
Keterlibatan dari HIMA/UNIT ini
sangatlah penting dalam pencapain peranan dan fungsi Badan Eksekutif mahasiswa.
Karena pada setiap unit Kegiatan Mahasiswa memiliki keahlian khusus juga visi
dan misi yang berbeda tetapi seyogyanya semua UKM tersebut memiliki tujuan yang
sama dengan Badan eksekutif mahasiswa yaitu menjujung almater fakultas
pertanian baik di dalam universitas maupun diluar universitas. Jika hal ini
dapat tercapai maka akan terbentuklah pemerintahan mahasiswa yang ideal.
Dengan bekerjasama dengan HIMA/UNIT
tersebut maka Badan Eksekutif Mahasiswa setidaknya akan terasa mudah dalam
pencapaian tujuan yang akan dicapai baik berupa kegiatan olahraga dibantu oleh
UOR, seni dibantu oleh BEZPER, dakwah di bantu oleh GAMAIS, kerohanian
kristiani dibantu oleh UKK, jurnalistis dan pers mahasiswa di bantu oleh AGRICA,
wirausaha di bantu oleh BIWARA, Mahasiswa pecinta Alam difasilitasi oleh CHARYA
BUANA, pengetahuan bahasa inggris dibantu oleh SEGA, dan pengetahuan tentang Klinik
tani dapat dibantu oleh UKT serta Hima-Hima jurusan yang berfungsi untuk
mewadahi dan memberi pelatihan dengan semua mahasiswa pertanian berdasarkan
jurusan nya baik HIMAGROTEK dengan mahasiswa Agroteknologi, HIMASAE dengam
mahasiswa Agribisnis, HIMAGRITA dengan Mahasiswa D3 Agrobisnis, HIMATETA dengan
mahasiswa teknik pertanian, HIMASELA dengan mahasiswa sumber daya lahan DAN
HIMAGREEN dengan mahasiswa teknologi pangan. Selama ini jalur ini lah yang
belum pernah di tempuh oleh Badan Eksekutif Mahasiswa. Sebagai pemerintah
hendaknya BEM dapat menjaga semua ini agar terjadi keseimbangan sosial dan juga
menghilangkan kepentingan golongan yang menjamur dalam tubuh kepemerintahan
kampus pertanian. Kampus kita adalah kampus demokrasi bukan kampus otoritas,
kampus muslim, kampus kristiani maupun kampus kominis. Dalam pengambilan
keputusan semua harus dijalur musyawarah dan menjaga kebersamaan. Tidak ada yang merasakan kerugian dalam
pengambilan keputusan tersebut.
Kepentingan golongan yang menjadi
permasalahan bagi politis kampus dan menjadi wacana tuntutan bagi seluruh
politisi kampus, bahwasanya di Badan Eksekutif Mahasiswa telah ada keterlibtan
golongan yang berperan penting dalam kebijakan pemerintahan mahasiswa yang
belum tau kebenaranya. Tapi hal ini juga harus kita tanggapi karena kita belum
mengetahui apakah semua ini merupakan skenario atau permainan politik yang di
perankan oleh pihak yang tidak menginginkan segala kebijakan yang di keluarkan
pemerintah mahasiswa. Ataupun ini memang benar adanya. Jadi sebagai Badan
Eksekutif mahasiswa hendaknya segera mengambil kebijakan untuk perbaiki citra
dan nama baik agar masyarakat pertanian tidak terprovakasi oleh segala hal yang
belum jelas kebenaranya.
Oleh
sebab itu, kita sebagai masyarakat pertanian harus berani bersuara, bergerak
dan bersatu untuk mewujudkan BEM Pertanian yang ideal itu bukan hanya asyikk
dengan dinamika HIMA/UNIT nya masing-masing tanpa peduli dimana dan bagaimana
keadaan BEM KEMA Faperta yang sebenarnya.
Kita harus mengetahui terlebih dahulu bahwasanya
mahasiswa bukanlah boneka atau siswa biasa. Berbicara tentang Mahasiswa berarti
berbicara tentang salah satu elemen penting dari bangsa ini. Begitu banyak
catatatn sejarah ditorehkan oleh mahasiswa dalam perjalanan panjang pergerakan
di negeri ini. Yang menjadi pertanyaan selanjutnya, apakah mahasiswa yang
dikatakan sebagai agen perubahan dan kaum yang kritis mau terjebak oleh
pihak-pihak tertentu yang ingin membuat kita sebagai mahasiswa menjadi boneka
yang mau diapakan semau mereka? Pertanyaan itu hanya kita yang bisa menjawab
sebagai seorang mahasiswa.
Menjadi
mahasiswa adalah sesuatu yang tidak mudah, namun tidak perlu dipersulit.
Terkadang kita menganggap bahwa mahasiswa harus demo anarkis. Ada pula yang
beranggapan bahwa mahasiswa haruslah jarang masuk kuliah dan lebih mementingkan
organisasi. Menurut pandangan saya, semua itu tidak ada yang totally true, dan
tidak ada pula yang totally wrong. Hidup ini penuh pilihan dan setiap pilihan harus
memiliki skala prioritas dan akan disertai dengan berbagai trade off dan
konsekuensi. Begitu pula dengan pilihan untuk menjad mahasiswa.
Mahasiswa
adalah Agen Perubahan. Kita sebagai mahasiswa sudah selayaknya mampu melakukan
perubahan dalam 3 tahap. Yang pertama perubahan untuk suatu hal tersulit
diubah, yaitu diri pribadi. Memang lebih mudah untuk kita mengubah orang lain
dibanding dengan melakukan perubahan untuk diri sendiri. Hal ini disebabkan
kita akan lebih subjektif dalam menilai diri pribadi dan selalu lebih mudah
melihat kelebihan yang ada dibanding kekurangan kita. Dalam konteks mahasiswa,
hal terpenting yang perlu diubah adalah cara pikir kita. Cara pikir kita tidak
bisa lagi seperti anak SMA. Kita tidak bisa berpikir apa yang harus kita lakukan
sekarang saja.Namun Mahasiswa seyogyanya memiliki pola pandang maju ke depan,
namun tetap mampu menganalisis dan mempertanggungjawabkan apa yang telah
dilakukan ,serta mengetahui dengan jelas apa yang harus dilakukan kini.
Perubahan yang dapat dilakukan mahasiswa adalah perubahan melalui komunitas
atau organisasi. Bukan mahasiswa namanya kalau tidak aktif dalam komunitas atau
organisasi. Jika seseorang mengaku mahasiswa namun hanya datang ke kampus untuk
masuk kelas, lalu pulang lagi ke rumah, tanpa ada aktivitas organisasi atau
sosialisasi yang cukup, maka jangan mengaku sebagai mahasiswa. Begitu pula
sebaliknya, jika kita mengaku sebagai mahasiswa namun hanya berkutat dengan
organisasi namun lupa akan tanggung jawab akademik seorang mahasiswa, jangan
menggolongkan diri kita sebagai mahasiswa. Kembali lagi kepada perubahan yang
dapat kita lakukan melalui organisasi. Perubahan tersebut dapat memberi dampak
yang luar biasa bagi kita, mahasiswa lain, dan juga masyarakat luar. Contonya
saja, jika kita melakukan kritik terhadap kebijakan kampus yang mencederai kita
sebagai mahasiswa, maka kemungkinan besar, kita dapat mengurangi pihak-pihak
yang merasa dirugikan. Sudah tidak zaman nya lagi kita hanya duduk diam di
kelas dan menutup telinga kita terhadap segala hal-hal bising di sekitar kita.
Salam
Mahasiswa Pertanian, Salam Perubahan!!!
D’jaep
Selasa, 11 Maret 2014
Politik, Gaya Anak Muda Kristiani
“Ya.. Kapan lagi kita melihat praktisi-praktisi muda yang berbicara soal kebangsaan, sesama, dan Gereja di lintas muda Kristiani”?
Menjadi garam dan terang itu memang sulit bagi siapapun. Entah itu dari agama mana saja. Bagi mereka yang menganut kepercayaan sebagai seorang Kristiani, itu sudah menjadi hal mutlak dilaksanakan. Ironisnya fase-fase kejayaan para kader muda Katolik terlihat surut. Begitu banyak aktivitas di sekitaran Altar (Baik di sekitar Gereja maupun di lingkup sekolah/kampus) lebih menonjolkan praktik spritualitas dibanding praktik rasionalitas sebagai umat beragama. Di sisi yang berlainan menjelang Pemilihan Umum 09 April nanti, banyak dari mereka “calon hamba” ini kebingungan kepada siapa mereka mencari dukungan baik secara moral, spritual, maupun material(bentuk nyata dukungan dengan memilih). Yang terjadi seharusnya anak-anak muda Kristiani itulah yang menjadi corong dalam aksi dan pelayanan untuk meneriakkan proses ketidakadilan, pemiskinan struktural, dan kehidupan beragama malah berkutat sebagai lilin yang hanya bercahaya di dalam Gereja.
Kenapa itu bisa terjadi?
Bagi saya ada dua hal yang harus diperbaiki dalam bentuk komitmen anak muda Kristiani menjadi garam dan terang dalam bernegara, yakni partisipasi politik dan tanggung jawab politik.
Partisipasi Politik
Melibatkan diri dalam pemilihan umum dan memasuki partai politik, maka mereka disebut melaksanakan hak partisipasi politik yang bersifat aktif dan langsung. Itu sarana yang paling utama untuk melakukan perubahan dalam mempengaruhi kebijakan. Karena partisipasi menunjukkan bahwa kita mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu.
Tanggung Jawab Politik
Sekalipun tanggung jawab politik belum tentu merupakan partisipasi politik namun antara tanggung jawab politik dan partisipasi politik berkaitan erat satu sama lain. Dimana keterkaitannya? Partisipasi politik khususnya partisipasi politik secara langsung (memilih eksekutif, legislatif, menjadi anggota partai) adalah wujud tanggung jawab politik namun tanggung jawab politik belum tentu diwujudkan dalam bentuk partisipasi politik secara langsung.
Mengutip pernyataan dari Romo Dr. Eddy Kristiyanto, OFM
Menjadi garam dan terang itu memang sulit bagi siapapun. Entah itu dari agama mana saja. Bagi mereka yang menganut kepercayaan sebagai seorang Kristiani, itu sudah menjadi hal mutlak dilaksanakan. Ironisnya fase-fase kejayaan para kader muda Katolik terlihat surut. Begitu banyak aktivitas di sekitaran Altar (Baik di sekitar Gereja maupun di lingkup sekolah/kampus) lebih menonjolkan praktik spritualitas dibanding praktik rasionalitas sebagai umat beragama. Di sisi yang berlainan menjelang Pemilihan Umum 09 April nanti, banyak dari mereka “calon hamba” ini kebingungan kepada siapa mereka mencari dukungan baik secara moral, spritual, maupun material(bentuk nyata dukungan dengan memilih). Yang terjadi seharusnya anak-anak muda Kristiani itulah yang menjadi corong dalam aksi dan pelayanan untuk meneriakkan proses ketidakadilan, pemiskinan struktural, dan kehidupan beragama malah berkutat sebagai lilin yang hanya bercahaya di dalam Gereja.
Kenapa itu bisa terjadi?
- Sebab praktik agama orang muda Kristiani mayoritas atas warisan dari orang tua. Sejak masih bayi orang muda Katolik sudah dibaptis dan menerima agamanya tanpa sikap kritis, sehingga belum sepenuhnya mampu mempertanggungjawabkan identitasnya sebagai anggota Gereja.
- Keluarga-keluarga Kristiani sekarang ini hanya membentuk orang mudanya sebagai generasi yang hanya menerima keadaan iman yang kurang dipertanggungjawabkan dan menerima kehidupan sosial dan politik.
- Orang muda Kristiani kurang dipersiapkan secara matang untuk menghadapi kerasnya kehidupan, malah lebih cenderung tenggelam pada urusan pribadi dalam mengejar kesenangan untuk diri sendiri, sehingga kehilangan daya kritis dan bahkan rasa kepedulian terhadap nasib bangsa. Pembiasan politik tidak lagi demi kepentingan bersama, melainkan kepentingan individu atau kelompok.
- Bicara tentang politik orang muda Kristiani lebih cenderung beranggapan bahwa politik itu kotor, sehingga merasa segan untuk berdekatan dengan masalah politik. Kalau dicermati dengan baik, sebagian besar orang muda hampir tidak mau peduli terhadap kehidupan berpolitik, bahkan menganggap urusan politik sebagai sesuatu yang tabu, padahal dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar ditentukan oleh kebijakan politik.
Bagi saya ada dua hal yang harus diperbaiki dalam bentuk komitmen anak muda Kristiani menjadi garam dan terang dalam bernegara, yakni partisipasi politik dan tanggung jawab politik.
Partisipasi Politik
Melibatkan diri dalam pemilihan umum dan memasuki partai politik, maka mereka disebut melaksanakan hak partisipasi politik yang bersifat aktif dan langsung. Itu sarana yang paling utama untuk melakukan perubahan dalam mempengaruhi kebijakan. Karena partisipasi menunjukkan bahwa kita mengikuti dan memahami masalah politik dan ingin melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan itu.
Tanggung Jawab Politik
Ketika seorang Kristiani mengamati berbagai kebijakkan pemerintah dan situasi politik yang ada serta memberikan kritik-kritik konstruktif baik melalui saluran media cetak, media sosial namun mereka tidak memasuki salah satu atau memasuki salah satu partai, maka tindakkan ini menunjukkan tanggung jawab politik.
Mengutip pernyataan dari Romo Dr. Eddy Kristiyanto, OFM
“Semua agamawan sadar, bahwa Allah itu politis. Jika orang mengeluarkan dari kitab-kitab suci agama kandungan dan makna politis, maka akan ditemukan bahwa ”begitu banyak lobang” dalam kitab suci. Kandungan dan makna politis di sini adalah sikap Diri Allah yang berada di samping, mendampingi dan menyertai. Mengingat Allah itu politis di hadapan kenyataan ciptaan-Nya, maka segenap ciptaan (terutama manusia, yang adalah citra Allah sendiri), tidak ada pilihan lain. Manusia perlu bersikap politis. Tegasnya, bersikap politis merupakan sakramen, yakni tanda dan sarana yang mengantar pada pembebasan dan peyelamatan.“
Secara tegas politik diartikan sebagai pelayanan dan perwujudan kasih Allah untuk mengusahakan kesejahteraan bersama dengan mengikuti dan meneladani Yesus Kristus yang memiliki kepedulian dan semangat politik, terutama politik solidaritas bagi mereka yang lemah, miskin dan tersingkir untuk menghadirkan kesejahteraan dan keselamatan.
SO JANGAN SAMPAI TIDAK MEMILIH KAWAN!! MARI TUNJUKKAN PARTISIPASI DAN KEPEDULIAN KITA SEBAGAI ANAK-ANAK TERANG.
Dikutip dari Opini Alexander di Kompasiana.
Dikutip dari Opini Alexander di Kompasiana.
Langganan:
Postingan (Atom)